TIM 8 telah merampungkan tugas. Rekomendasi Tim 8 setebal 31 halaman sudah pula diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Itu berarti bola kini berada di tangan Presiden, apakah rekomendasi itu dilaksanakan atau disimpan dalam laci meja.
Adalah benar bahwa Presiden menghadapi dilema. Di satu sisi, publik mengharapkan Presiden merespons rekomendasi dengan cepat, tepat, dan tegas. Pada sisi lain, sebagai kepala negara ia tidak bisa begitu saja mengintervensi proses hukum yang tengah berjalan walaupun kewenangan itu ada dan dibolehkan undang-undang.
Dilema itulah ujian sesungguhnya bagi seorang presiden yang mestinya bisa bersikap negarawan. Jika Presiden mengabaikan begitu saja rekomendasi Tim 8, itu artinya ia menafikan kerja tim yang dibentuknya sendiri. Itu pula berarti pembentukan tim tidak lebih dari sekadar sebuah siasat memelihara citra biar dianggap responsif atas aspirasi masyarakat.
Tim dibentuk sebagai respons keraguan publik atas proses hukum yang dihadapi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Publik menilai telah terjadi rekayasa kriminalisasi atas dua pemimpin nonaktif KPK itu.
Keraguan publik telah menemukan pembenarannya dalam rekomendasi sementara Tim 8 bahwa bukti yang dimiliki kepolisian untuk menjerat Bibit dan Chandra sangat lemah.
Rekomendasi Tim 8 memang tidak bersifat mengikat secara ketatanegaraan. Namun, harus tetap disadari bahwa rekomendasi itu mengikat Presiden secara moral. Mestinya Presiden mempertimbangkan rekomendasi itu dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi situasi kritis saat ini. Kalau Presiden gagal menuntaskan kasus Bibit dan Chandra, tamatlah riwayat keseluruhan gerakan pemberantasan korupsi di Republik ini.
Alangkah eloknya jika rekomendasi Tim 8 oleh Presiden tidak lagi didisposisikan kepada kepolisian dan kejaksaan. Presiden langsung mengambil keputusan sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya sehingga wibawa kepala negara di mata rakyatnya tetap terpelihara dengan baik.
Pemberian disposisi kepada kepolisian dan kejaksaan untuk menindaklanjuti rekomendasi Tim 8 hanya memupuk kerisauan dan memperluas ketidakpercayaan kepada pemerintah. Kepercayaan rakyat terhadap dua institusi itu sudah terjun bebas ke titik nol.
Tugas Presiden tidak berhenti pada kasus Bibit dan Chandra. Tugas lebih berat terbentang di depan mata, yaitu membersihkan institusi kepolisian dan kejaksaan dari cengkeraman tangan mafia peradilan. Bukankah temuan Transparansi Internasional Indonesia selalu menempatkan institusi kepolisian dan kejaksaan sebagai lembaga terkorup?
Tekad memberantas mafia peradilan tidak cukup diucapkan dengan lantang di atas podium. Tidak cukup pula hanya membuka kotak pos pengaduan apalagi kalau mengharapkan kotak itu yang menyelesaikan persoalan. Kasus Bibit dan Chandra harus dijadikan momentum memberantas mafia peradilan. Presiden jangan segan-segan mencopot pejabat yang bermain mata dengan mafia peradilan. Kini, bola berada di tangan Presiden dan rakyat menunggu perbuatan nyatanya.
Sumber = MediaIndonesia.Com